close

NC, Sejarah - Saya (Penulis) sebagai keturunan dari Haji Ahya, pada mulanya tidak begitu memperdulikan ketika mendengar kabar bahwa di daerah Cikarang - Bekasi, terdapat makam Haji Muhamad Ahya. Beliau merupakan buyut saya yang digantung dilingkungan Pegantungan, kelurahan Jombang Wetan, kecamatan Jombang, ketika peristiwa Geger Cilegon 1888 meletus dan dikuburkan disana. Dan sekarang sudah menjadi tempat pemakaman umum yang dikenal dengan nama Makam Kiyai Pegantungan, Cilegon. 

Akhirnya setelah mempertimbangkan saran dari keluarga, terutama adik kandung saya Uyat Novayatno atau yang akrab disapa Mame Yai, akhirnya saya mencoba membuktikan kebenaran berita itu. 

Cerita tentang kemunculan Haji Ahya di Cikarang itu berawal dari cerita yang disampaikan oleh salah satu warga dilingkungan Jombang wetan, Mang Marfuk (Alm) kepada bibi saya Hj Tuti Lestari sekitar tahun 1980-an. Pada waktu itu bibi saya sebagai Kepala Dasar Negeri (SDN) 1 Cilegon, yang kemudian pensiun setelah menjabat penilik di Cilegon. Karena ia merasa tidak punya kakek yang tinggal tinggal di Cikarang, cerita itu sempat diabaikan begitu saja. 

Sampai pada suatu ketika bibi saya mendengar cerita dari pamannya, Ya'i Deli, yang mengatakan bahwa buyut Ahya masih hidup dan berada disuatu tempat. Secara fisik memang Ya'i Deli mempunyai keterbatasan, yaitu matanya tidak bisa melihat, namun secara mata bathin dirinya memiliki penglihatan yang luar biasa. 

Namun sekalipun penglihatan mata bathin itu tidak bisa dijelaskan secara ilmiah, akan tetapi telah menggugah rasa penasaran bibi saya untuk membuktikannya. Tapi sayang, semuanya sudah terlambat, Si kakek tua yang diduga sebagai Haji Ahya itu telah meninggal dunia dan hanya dapat bertemu dengan para anak keturunannya saja, yang kemudian mereka mengantarkan ke kuburannya. 

Dari cerita bibi saya itulah yang mendorong niat saya untuk membuktikan kebenaran. Dan yang membuat saya bingung serta terheran-heran bukan karena melihat kuburan, tapi melihat sikap dari para anak keturunan Si kakek tua itu yang menyambut kedatangan kami dengan ramah, serta meyakini bahwa kami adalah juga merupakan anak keturunan dari kakek mereka. 

Dulu pada saat kedatangannya Si kakek tua ditempat itu tidak pernah diketahui berasal dari mana atau siapa namanya. Bahkan ketika menikahi seorang perempuan bernama Nyi Darmi, sebagai istrinya pun tidak pernah mengetahui asal-usul Si kakek tua tersebut, yang kemudian orang-orang disana menyebutnya dengan Ki Mualim. Sampai pada suatu ketika Si Kakek tua berwasiat pada anak keturunannya agar mencari saudaranya yang ada di Cilegon. 

Sekarang tempat itu sudah dipadati oleh pemukiman penduduk, yang dahulu katanya Nyi Darmi bersama Si Kakek tua tinggal disebuah rumah yang terpencil ditengah ladang. Dan dibelakang rumahnya itulah si kakek tua dimakamkan,  atau sekarang tepatnya di Desa Banjarsari, kecamatan Sukatani, Rt 08/04, kabupaten Bekasi. Dari perkawinannya mereka dikaruniai 3 orang anak,  5 orang cucu dan 7 orang cicit. 

Dan sekalipun saya telah melihat kuburan dengan batu nisan bertuliskan nama buyut saya, H. Muhamad Ahya ditempat itu, namun tetap merupakan misteri yang tak terjawab, mengapa orang yang jelas sudah meninggal karena di gantung Belanda dan telah dimakamkan kemudian kedapatan masih hidup ditempat lain bahkan beranak pinak. Wallahua'lambishowab. 

Penulis : Bambang Irawan
Editor : Red

Post a Comment

 
Top